Dewan Soroti Mahalnya Biaya Sekolah Swasta

Kalangan anggota DPRD Bali menyoroti mahalnya biaya pendidikan di sekolah swasta. Mahalnya biaya pendidikan tersebut dituding memanfaatkan kesempatan di balik kisruhnya penerimaan peserta didik baru (PPDB). Ketua Komisi IV DPRD Bali yang antara lain membidangi pendidikan, Nyoman Parta menuding sekolah swasta yang memanfaatkan kesempatan untuk murni kepentingan bisnis. Indikatornya, mereka memasang uang SPP dan uang gedung kelewat mahal untuk siswa baru. Kondisi ini yang menyebabkan orang yang sesungguhnya tidak memasalahkan sekolah di swasta, jadi berpikir ulang dan ikut berebut masuk sekolah negeri. Pendidikan merupakan urusan wajib, bukan seperti bisnis jual beli saham yang menjadi tanggung jawab pribadi. Ini urusan pendidikan, urusan pembangunan generasi, ujar Nyoman Parta. Ketua Komisi IV DPRD Bali. Mengingat pendidikan bersifat wajib, Parta minta pemerintah hadir untuk mengoordinir sekolah swasta agar tidak semaunya. Kalau dibiarkan, kondisi itu akan menjelma menjadi hukum pasar, dimana kian tinggi permintaan, makaharga kan terus naik. Kalau begitu kan bukan urusan pendidikan namanya. Itu urusan pemerintah, Negara hadir disana.

Ditanya bentuk kehadiran Negara mengekang nafsu ekonomi sekolah swasta, Parta menyebut membuat regulasi adalah salah satunya. Pemerintah bisa menilai seberapa pantas dan patut swasta memungut uang SPP. Dia mengakui selama ini pemerintah kurang melakukan pengawasan, dan sekarang terasa sekali urusannya ketika SPP terlalu tinggi. Pemerintah dinilai abai dalam mengordinir sekolah swasta mandiri, apalagi yang tidak mengambil dana bantuan oprasional sekolah (BOS). Dengan mereka tidak menerima BOS, seolah-olah tanggung jawab pemerintah jadi tidak ada. Padahal ini urasan pendidikan Bali. pemerintah harus lebih perhatian dengan sekolah swasta, dalam artian mengatur tata kelola, sebatas mana memugut biaya. Di satu sisi, kita semua ingin swasta dapat siswa karena ada guru disana, ada tenaga administrasi, yang perlu pekerjaan, tidak mungkin dicabut izinnya dan tiba tiba PHK. Di sisi lain ada swasta nakal memanfaatkan kekisruhan PPDB ini untuk mengeruk laba. Masa daya tampung 380 orang, tapi merekrut 780? Seperti apa itu pelaksaannya (belajar)? Ya, regulasi itu termasuk perizinan salah satunya.

Informasi yang dihimpun di lapangan, salah satu sekolah favorit di Denpasar Utara (Denut), misalnya, untuk pendaftaran masuk SMP saja, setiap siswa dipungut bayaran puluhan juta rupiah, sedangkan SPP tiap bulan Rp 6 juta. Juga di Denpasar Timur, ada sekolah swasta yang digandrungi anak – anak bule juga membayar nyaris sama dengan sekolah swasta di Denpasar Utara tesebut. Kondisi seperti ini, tentu saja sangat memberatkan orangtua, karena sekolah menengah justru lebih mahal ketimbang kuliah yang rata – rata hanya membayar Rp 5 Juta/Semester. Yang lebih mengherankan, di wilayah Dentim nyaris tidak ada SMP Negeri maupun SMA Negeri. Jika siswa disana tidak masuk zona, kemana mereka bakal sekolah? Alih – alih ingin sekolah lebih lebih dekat dan murah, malah dapat sekolah jauh dan mahal.