Pengusaha Disanksi Administratif Usul Akademis Ranperda Ketenagakerjaan

Pansus Ranperda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan DPRD Bali mengundang berbagai pihak untuk menghimpun masukan. Hadir, antara lain, serikat pekerja, perwakilan dinas tenaga kerja Kabupaten / Kota, anggota DPRD Kabupaten / Kota dan sebagainya. Ketua Pansus sekaligus Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta mengatakan, banyak sekali menerima masukan dalam rapat tersebut. hal itu menunjukan bahwa Ranperda yang sedang disusuan nantinya akan menjadi Perda yang strategis. Menurutnya karena melibatkan banyak orang, yakni pekerja di seluruh Bali, dank arena berkaitan dengan persoalan status pekerja dan juga berkaitan dengan persoalan upah pekerja. Parta menyebut dalam kesempatan itu sudah ditawarkan mengenai sistem pengupahan yang nantinya akan memberikan jawaban terhadap ruang kosong yang selama ini menjadi urusan problematika berkaitan upah minimum dan selalu menjadi perdebatan.

Ada yang upah minimumnya sudah kecil tetap saja tidak dilaksanakan (perusahaan), dan ada (perusahaan) yang sesungguhnya sangat sanggup memberikan upah diatas upah minimum tapi tetap dia berpatokan pada upah minimum, teranh Parta sesuai rapat di Ruang Rapat Gabungan Kantor DPRD Bali. Selain pengupahan, juga dibahas mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang seringkali menyalahi aturann, seperti tidak adanya transfer pengetahuan. Padahal dalam ketentuan undang – undang menyebutkan penggunaan TKA bertujuan agar ada transfer pengetahuan dan teknologi kepada tenagakerja pendamping. Ternyata dalam praktiknya justru TKA lah yang lebih banyak mendapat ilmu dari pendamping.             Sementara itu, Akademis Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar sekaligus tim akhli DPRD Bali, DR I Wayan Gde Wiryawan mengatakan, hasil risetnya menemukan, ada perusaaan yang sebenarnya mampu membayar melebihi upah minimum, namun karena perusahaan merasa bahwa pemberian upah minimum tidak melanggar regulasi, maka pembayaran upah minimum itu tetap dilaksanakan. Wakil Rektor I Unmas Denpasar ini menyebutkan, dalam penentuan sistem pengupahan itu sebenarnya sudah ada indikatornya. Kalau memberikan upah minimum, maka hitungannya berdasarkan kebutuhan hidup minimum. Tetapi karena kekacauan dalam sistem pengupahan kita yang terjadi seperti itu. Upah minimum dipakai untuk Kebutuhan hidup layak.

Untuk mengatasi permasalahan itu, ia mengusulkan terkait pengupahan tersebut jangan berpikir bahwa sanksinya harus pidana. Yang lebih efektif justru adalah pemberian sanksi moral. Apa kepentingan pengusaha yang paling tinggi, ya itu mendapat akses ke perbankan. Ketika pengusaha tidak melaksanakan sistem pengupahan, maka dia bukan merupakan perusahaan recommended sehingga tidak bisa mendapat kredit di bank dan perijinannya. Sanksi administratif yang lebih efektif, paparnya. Oleh karenanya masukan – masukan dari  serikat  pekerja memang sangat diperlukan karena merekalah yang mengetahui dan mengalami langsung berbagai persoalan ketenagakerjaan tersebut. Tiga Usulan Serikat Pekerja:Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (PD FSP Par) SPSI Provinsi Bali, Putu Satyawira Marhaendra memberi masukan dalam penyusunan Ranperda tentang penyelenggaraan Ketenagakerjaan. Pihaknya berharap ada perlindungan terhadap tenaga kerja lokal yang ada di Bali berkaitan dengan hubungan kerja karena selama ini hubungan kerja yang terjadi lebih banyak berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Ruang Rapat Gabungan Sekretariat DPRD Provinsi Bali

Kami berikan konsep agar pekerja PKWT itu tidak bisa berlama – lama diberlakukan disebuah perusahaan , kata Satyawira di sela rapat di Ruang Rapat Gabungan Kantor DPRD Bali. Dia mengusulkan, pertama, agar dalam Perda diatur bagi perusahaan yang sudah berdiri lebih dari 4 (empat) tahun tidak boleh mempekerjakan pekerja kontrak. Jadi kita mencari formula, jangan alasan saving cost, katanya aset, herannya. Kedua, ia mengusulkan agar perusahaan yang bergerak pada sekor pariwisata tidak boleh mempekerjakan pekerja kontrak karena menurutnya dalam pasal 85 UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sudah jelas mengatur bahwa sektor pariwisata merupakan industri yang sifatnya terus – menerus, yang tidak boleh mempekerjakan pekerja PKWT. Dan, ketiga, perusahaan yang baru berdiri wajib memiliki pekerja tetap minimal 50 persen dari pekerja yang diharapkan. Karena pihaknya menemukan pihak semua perusahaan baru di Bali tidak ada mempekerjakan dengan status pekerja tetap karena mereka selalu beralasan usahanya baru.