Mediasi 7 Pekerja yang Dipecat dengan RS KDH Bros Berakhir Buntu Dewan : Disnaker Rekomendasikan jadi Karyawan Tetap

Mediasi Komisi IV DPRD Bali, terhadap manajemen Rumah Sakit Umum ( RSU ) Karya Dharma Husada ( KDH ) Bros, Singarajan dengan pekerja ‘Buntu’. Tidak ada kesepakatan keduanya, manajemen menantang dibawah ke Pengadilan Hubunngan Industrial ( PHI ).  Manajemen RSU KDH Bros tidak memperpanjang kontrak 7 pegawainya yang sudah harus berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT ) alias karyawan tetap dengan beberapa alasan. Manajemen RSU KDH Bros menyampaikan bebrapa alasan mengapa tidak memperpanjang kontrak karyawannya. Perwakilan manajemen, Ketut Simpen menyebut pihaknya tidak memperpanjang kontrak karyawan, karena alasan masa kontrak berakhir, kemudian setelah evaluasi, perusahaan tidak membutuhkannya lagi. Pihaknya beralasan ada dugaan tindak pidana pembobolan IT dan alasan skill karyawan. Ia menambahkan alasan tidak mengangkat menjadi karyawan berstatus PKWTT  karena pertama, alasan evaluasi kinerja. Kedua, tidak ada pasal yang mengharuskan setelah PKWT ( kontrak ) menjadi PKWTT ( karyawan tetap ) setelah kontrak 3 tahun, putus kontrak karena kami tidak memelukan lagi, ya sudah selesai.

Dikonfirmasi usai mediasi, Simpen enggan dimintai tanggapannya. Pihaknya juga menolak saran DPRD mengakhiri polemic dengan mempekerjakan kemabali karyawannya, dan tetap ngotot mempersilahkan kepada pihak – pihak yang tidak puas ke PHI. Saya manajemen ada dibawah ‘kaki tangan’ ( pemilik ). Kita Mohon maaf sekali. Kita percaya pada peraturan perundang undangan. Kita bawa ke proses hukum ( pengadilan ). Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta menyampikan pihaknya menginginkan dalam mediasi itu supaya karyawan yang ingin bekerja lagi agar diterima kembali, karena sesungguhnya dasar pemutusan hubunngan kerja tidak jelas. Yang saya sayangkan adalah cara- cara perusahaan yang ingin merekrut tenaga kerja baru dengan cara mengeluarkan pekerjaan lama ketika mereka menuntut hak – haknya. Ini cara – cara klsik dalam dunia perburuhan di Bali.

Permasalahan ini muncul diawali ketika para karyawan yang menuntu hak –haknya karena merasa masa kerjanya sudah cukup, dan dari Dinas Tenaga Kerja, juga sudah merekomendasikan secara terulis agar perkerja dijadikan karyawan tetap. Namun perusahaan tidak menanggapi dan menantang ke PHI. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Bali Ida Bagu Ngurah Arda mengatakan dalam UU 13/2003 pasal 59 ayat 7 disebutkan dalam hal PKWT dilakukan melebihi waktu 3 ( tiga ) tahun, maka demi hukum perjanjian kerja menjadi Perjanjian Krja Waktu Tidak Tertentu ( PKWTT ) atau karyawan tetap. Pertanyaannya, apakah pekerjaan sopir, satpam, cleaning service apakah bersifat tetap atau tidak tetap. Kalau itu bersifat tetap ternyata dilakukan PKWT maka demi hukuman otomatis menjadi PKWTT. Itu sudah jelas diataur Undang – undang.  Sesuai catatan Dinas Tenaga Kerja Buleleng, mediator sudah tiga kali mempertemukan pekerja dengan manajemen. Usaha – usaha persuasif telah dilakukan namun perusahaan seperti menutup.

Sekretaris Regional Federasi Serikat Pekerja Mandiri ( FSPM ) Bali, Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana menagtakan, dalam UU 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjan mengatur pekerja dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT ) atau kontrk hanya untuk jenis pekerjaan tertentu dan selesai dalam waktu tertentu. Disnaker, melalui pengawasannya juga sudah mengeluarkan nota pemeriksaan, per-7 Desember 2018, seharusnya karyawan PKWT berubah menjadi PKWTT atau pegawai tetap, tetapi perusahaan tidak melaksanakannya.

Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta, mengatakan sudah ada persoalan ke pidana, yaitu pelaporan ke polisi ketika pengusahan tidak diberikan upah sesuai UMK, tetapi menyampaikan kepada BPJS Ketenagakerjaan sudah sesuai UMK. Awalnya karyawan itu mengaku di gaji Rp. 1,5 juta. Selanjutnya ketika berubah manajemen dan diambil oleh Bros gaji mereka diturunkan menjadi Rp. 800 ribu. Kemudian ada perundingan, sehingga manajemen dan serikat pekerja sepakat pembayaran gaji Rp. 1,7 juta. Dari jumlah tersebut, nominalnya tetap masih berada di bawah UMK. Kemudian perusahaan menyampaikan kpada BPJS telah memberikan upah sesuai UMK agar bisa mengikutkan karyawannya. Padahal buruh tu diberkan gaji Rp 800 ribu, Rp 1,5 juta, Rp 1,7 juta, tetapi dalam slip gaji yang di daftarkan ke BPJS disampaikan sesuai UMK, Rp 2.165.000, terangnya. Pekerja sudah melaporkan ke polisi. Parta berharap kepada kepolisian melakukan penyelidikan, mengenai dugaan membuat data yang tidak benar (palsu). Kuasa hukum karyawan, I Ketut Gede Citarjana Yudiastra sudah melaporkan manajemen terkait dugaan penggelapan BPJS di unit II Polres Buleleng